*ditulis tgl 29 Desember 2011; dibuat untuk antaranews.com sebagai "Catatan Akhir Tahun" (numpang nampang di blog pribadi)
Pergantian tahun tinggal hitungan hari. Namun, apa yang sudah dilalui Kota Bandung sepanjang tahun 2011 ini menjadi ukiran prestasi yang dapat terus dirasakan hingga tahun-tahun berikutnya. Tahun 2011 bagi kota Bandung bisa dikatakan menjadi tahun yang cukup sibuk dalam penyelenggaraan sejumlah acara untuk pemuda, terlebih dalam bidang pendidikan. Tak tanggung-tanggung kegiatan-kegiatan yang telah digelar dalam kurun waktu duabelas bulan ini melibatkan para pemuda dari sejumlah negara di dunia.
Ya, nampaknya peran kota Bandung sebagai Ibukota Asia Afrika sekaligus kota dimana Konferensi Asia Afrika berlangsung pada tahun 1955 silam tetap ada, dan terus mempertahankan semangat tersebut dengan menjadi tuan rumah dari sejumlah kegiatan berskala internasional.
Dari sekian banyak kegiatan yang telah digelar selama beberapa bulan ke belakang, terdapat lima kegiatan yang sempat menjadi topik dalam beberapa media nasional dan internasional, di antaranya Tunza International Children and Youth Conference on Environment 2011, Konferensi Tekstil dan Kostum Internasional 2011, Seminar Internasional menyambut HUT KAA, Konferensi Internasional “Bandung Spirit”, dan Konferensi Internasional Budaya Sunda II.
Pada bulan September, kota Bandung disibukkan dengan dua buah kegiatan besar yang cukup menyita perhatian masyarakat internasional. Tepatnya 22 hingga 24 September 2011, Museum Konferensi Asia Afrika (KAA) menyelenggarakan Seminar Internasional bertajuk “Diplomasi Publik dan Pencitraan Indonesia dalam Perspektif Internasional” yang diselenggarakan atas kerjasama Museum KAA dengan Fakultas Ilmu Komunikasi (Fikom) Universitas Islam Bandung (Unisba).
Seminar ini menghadirkan pakar telekomunikasi dan media massa, Dirjen Informasi dan Diplomasi Publik Kementrian Luar Negeri RI Andri Hadi, dan sejumlah perwakilan negara dari Amerika Serikat, Australia, Thailand, Malaysia, dan Singapura. Selain seminar tersebut, sejumlah rangkaian yang melibatkan pemuda dari negara sahabat juga turut digelar, di antaranya diskusi “Uganda Hari Ini” yang menghadirkan mahasiswa asal Uganda dan pemutaran film documenter “Charlie Chaplin in Bandung” yang merupakan koleksi milik jurnalis senior asal Australia, Stephen J. Fleay, yang diperoleh dari sebuah studio film kuno Hindia Belanda di Negeri Kincir Angin tersebut.
Selang tiga hari setelahnya, kota Bandung mendapat kepercayaan untuk menjadi tuan rumah salah satu konferensi internasional untuk anak dan pemuda yang diselenggarakan oleh salah satu divisi lingkungan di Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB), United Nations Environment Programme (UNEP). Sebanyak 1500 pemuda dan anak-anak dari 150 negara di dunia terlibat dalam Tunza International Children and Youth Conference on Environment 2011 ini. Bertempat di Sasana Budaya Ganesha (Sabuga), konferensi ini berlangsung selama lima hari, mulai dari 27 Sepetember hingga 1 Oktober 2011.
Konferensi yang digelar setiap dua tahun sekali ini diyakini bisa menjadi sejarah penting bagi kota Bandung. Ridwan Kamil, pegiat asal Bandung sekaligus salah satu panitia penyelenggara Tunza sempat menuturkan, posisi menjadi tuan rumah bagi konferensi ini sangatlah bergengsi. Terdapat banyak negara yang bersaing sehat untuk bisa menjadi tuan rumah penyelenggara Tunza. Bahkan, katanya, sebelum keputusan akhirnya dijatuhkan pada kota Bandung, sempat muncul nama kota lainnya di Indonesia yang juga menjadi pertimbangan.
Menjadi tuan rumah rupanya bukan satu-satunya alasan yang membuat kegiatan ini bersejarah. Alasan lainnya adalah dengan dinyatakannya Hutan Babakan Siliwangi sebagai Hutan Kota Dunia. Ini tentu menjadi kabar baik bagi sebagian besar masyarakat Bandung, karena sejak lama perdebatan mengenai pengalihfungsian Hutan Baksil antara pengusaha dan masyarakat tidak kunjung usai. Dengan dinyatakannya Hutan Baksil sebagai Hutan Kota Dunia membawa angin segar bagi masyarakat Bandung, terutama para pegiat asli Bandung, yang sempat patah hati.
Namun, permasalahan ternyata tidak selesai sampai di situ. Permasalahan selanjutnya justru menimbulkan berbagai pertanyaan, seperti Apa selanjutnya? Bagaimana mempertahankannya? Atau, sejauh mana ini akan bertahan? Mencari jawaban atas pertanyaan tersebut merupakan tugas bersama untuk tahun depan.
Selain dideklarasikannya Baksil sebagai Hutan Kota Dunia, ribuan anak dan pemuda dari 150 negara juga berkumpul untuk merumuskan sejumlah strategi untuk mengatasi masalah lingkungan global akibat perubahan iklim. Dari konferensi tersebut akhirnya melahirkan rumusan yang disebut sebagai “Bandung Declaration” yang kemudian akan dibawa ke konferensi lanjutan Rio+20 yang akan diselenggarakan di Rio de Janeiro, Brazil, pada Juni 2012 mendatang. “Bandung Declaration” tersebut akan dibahas di depan ratusan pemimpin negara di dunia sebagai perwakilan suara dari para pemuda dunia.
Dari konferensi Tunza juga lahir enam orang dewan penasehat muda atau ‘youth advisory council’ yang masing-masing mewakili setiap region. Salah seorang pemuda Indonesia, Gracia Paramitha, terpilih sebagai ‘youth advisory council’ untuk mewakili region Asia Pasifik.
Belum surut euphoria dari Tunza, kota Bandung kembali menjadi tuan rumah untuk konferensi internasional. Kali ini di bidang saintifik mengenai seni kriya, teknologi tekstil, dan kostum. Ini adalah kali pertamanya Indonesia menjadi tuan rumah konferensi bergengsi di kalangan para desainer dan ahli tekstil dunia.
Konferensi bertajuk “Heritage Textiles and Costume” ini diselenggarakan mulai 24 hingga 26 Oktober 2011 atas kerjasama Jurusan Kriya Tekstil Institut Teknologi Bandung (ITB) dengan Ars Textrina University of Leeds Inggris dan Costume Culture Association Korea. Konferensi ini terdiri dari seminar, workshop, dan pameran. Peserta yang dilibatkan terdiri dari akademisi, pakar, dan mahasiswa dari Indonesia hingga mancanegara. Pameran fashion dan poster menjadi sesi yang paling ditunggu. Pasalnya, dalam pameran fashion yang berlangsung di Lawangwangi Art and Science Space tersebut menghadirkan ratusan karya dari tujuh negara, di antaranya Indonesia, Korea, Cina, Jepang, Israel, Filipina, dan Amerika Serikat.
Hal yang membanggakan, sebagian besar karya tersebut adalah hasil dari para mahasiswa kriya tekstil dan desain. Pameran ini juga melibatkan karya para desainer kenamaan Indonesia, seperti Barli Asmara, Tuty Cholid, Josephine Komara, dan Denny Wirawan.
Di bulan November, kota Bandung menjadi salah satu kota yang didatangi sebanyak 44 intelektual dari benua Asia, Afrika, dan Eropa yang dating untuk terlibat dalam Konferensi Internasional dan Multidisipliner Bandung Spirit pada 16 hingga 17 November 2011. Peserta berasal dari Nigeria, Moroko, Sweden, Bulgaria, Thailand, Vietnam, Singapura, Prancis, India, Kamerun, dan Belanda.
Kedatangan mereka ini bertujuan untuk merumuskan upaya peningkatan kegiatan pertukaran di bidang ekonomi, pendidikan, dan budaya antar negara-negara Asia dan Afrika, sedangkan Eropa sebagai pihak yang dianggap mampu berkontribusi di bidang pengetahuan dan kemampuan teknis. Konferensi ini dilangsungkan di empat kota berbeda, yaitu Jakarta (Universitas Indonesia), Bandung (Universitas Padjadjaran), Malang (Universitas Brawijaya), dan Bali (Universitas Udayana).
Tahun 2011 ini kemudian ditutup dengan konferensi internasional yang melibatkan 400 budayawan dan peserta, yaitu Konferensi Internasional Budaya Sunda (KIBS) II. Para pembicara yang dihadirkan di antaranya berasal dari Tanah Pasundan hingga mancanegara, seperti Jepang, Belanda, dan Amerika Serikat.
Bertempat di Gedung Merdeka Bandung, konferensi ini digelar selama empat hari, mulai 19 hingga 22 Desember 2011. Konferensi tersebut membahas tentang pengimplementasian budaya sunda dari berbagai aspek dan bidang, di antaranya sastra dan bahasa; kesenian dan arsitektur; sejarah, filologi, dan arkeologi; agama, filsafat, dan hukum; pendidikan dan kebudayaan sunda; ekonomi dan politik; serta aspek lingkungan hidup dan kemasyarakatan. Dari sejumlah seminar dan diskusi kemudian dihasilkan rekomendasi untuk dilakukan bersama.***
No comments:
Post a Comment