Lagi-lagi Belanda membuktikan kekuatan yang telah mereka
yakini sejak ratusan tahun: mengubah
masalah menjadi berkah. Baru-baru ini lahir lagi satu terobosan dari negeri
Van Oranje. Bukan dari bidang
teknologi, pendidikan, atau arsitektur yang seringkali menjadi pembahasan mengenai
prestasi negeri tersebut. Bukan pula tentang budaya bersepedanya yang mengakar.
Ya, kali ini kabar datang dari dunia fashion!
Logo Grannys Finest, "designed by the new, produced by the best" |
Berdasarkan website GrannysFinest, sebanyak 2,6 juta penduduk Belanda di atas 65 tahun dilaporkan
mengalami kesepian. Jauh dari kata ‘masalah’, kondisi ini justru membuka sudut
pandang seorang entrepreneur muda, Niek van Hengel, untuk mengubahnya menjadi
terobosan.
Sudah menjadi budaya bangsa Belanda, bahwa setiap individunya dianugerahi
jiwa pelopor, sehingga ide-ide kreatif dan inovatif pun tumbuh dengan subur.
“Kami harus mampu menurunkan angka tersebut,” ungkap Niek, dikutip dari The Genteel.
“Kami harus mampu menurunkan angka tersebut,” ungkap Niek, dikutip dari The Genteel.
Niek van Hengel (kanan) dan Jip Pulles, partnernya dalam menjalankan Grannys Finest |
Ketika itu Niek melihat seorang nenek sedang asik merajut. Bukan
untuk siapa-siapa, “hanya untuk bersenang-senang,” katanya. Ide untuk
bersinergi pun terlintas. Ibarat gayung
bersambut, gagasan Niek diterima gembira oleh para nenek, dan voila…lahirlah Grannys Finest yang kini menjadi nama yayasan sekaligus label untuk
produk mereka. Betul, produk ini tak hanya fashionable,
tetapi juga dibuat dengan penuh cinta seorang nenek, the power of handmade.
Rajutan karya grannys diperagakan model, tampak fashionable dan edgy |
Menurut Niek, terobosan ini menjadi solusi bagi kedua
generasi. Para desainer muda mendapatkan ruang dan eksposur untuk melahirkan
karya, sementara para nenek bisa mendapatkan jaringan sosial yang sangat
membahagikan bagi mereka. Selain itu, mereka pun mengaku mendapat kepuasan ketika
melihat rajutan mereka digunakan, bahkan diperagakan model di sejumlah
pagelaran fashion. Tetap produktif di usia lanjut, siapa yang tidak senang?
Kolaborasi dua generasi: granny termuda berusia 62 tahun, dan granny tertua berusia 92 tahun |
“Para nenek paham mengenai teknik dan keterampilan merajut, sementara
desainer muda paham dengan mode yang sedang jadi tren. Maka, kami saling
mengisi,” kata Niek.
Hingga saat ini terdapat tiga desainer muda yang
menyumbangkan desainnya untuk kemudian ditindaklanjuti ‘tangan-tangan terampil’
sang nenek. Mereka antara lain, Laurie Collee, Channa Ernstsen, dan Rosanne van
Der Meer.
Sociopreneurship
Uniknya, tak hanya fashion yang ditawarkan project ini,
tetapi juga memelopori sebuah gerakan sosial. Untuk itu Niek mengategorikan
usahanya ini sebagai sociopreneurship, yakni kewirausahaan berbasis sosial yang
dapat menggerakan masyarakat agar berdaya saing global.
“Usaha fashion ini harus mampu mengatasi masalah sosial. Dan uang bukanlah satu-satunya hal yang bisa diberikan untuk menghargai mereka,” tegas Niek. Kelompok lanjut usia di Belanda pada umunnya relatif berkecupan, bahkan di antaranya berada di kelompok ekonomi menengah ke atas.
Meski usia Grannys
Finest masih seumur jagung, namun niat Niek untuk melebarkan sayap sudah
tertanam sejak awal. Dia ingin menghapuskan kesepian di kalangan lanjut usia,
tak hanya di Belanda tapi juga di negara lainnya.
Belajar dari Niek dan Belanda, lantas apa yang bisa kita
lakukan untuk Indonesia? Yuk, kita jawab bersama! :)
Referensi:
http://www.grannysfinest.com/
http://www.thegenteel.com/articles/society/grannys-finest-knitwear
http://www.rnw.nl/bahasa-indonesia/video/nenek-belanda-membuat-produk-high-fashion
***
Referensi:
http://www.grannysfinest.com/
http://www.thegenteel.com/articles/society/grannys-finest-knitwear
http://www.rnw.nl/bahasa-indonesia/video/nenek-belanda-membuat-produk-high-fashion